Kamis, 13 Agustus 2015

halal bihalal



halal bihalal

29 Syawwal 1436 H / 13 Agustus 2015









Asal-usul Halal Bihalal
Sejarah halal bihalal Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA (Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya) Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa.

Catatan:
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said (lahir di Kraton Kartasura, 7 April 1725 – meninggal di Surakarta, 28 Desember 1795 pada umur 70 tahun) adalah pendiri Praja Mangkunegaran, sebuah kadipaten agung di wilayah Jawa Tengah bagian timur, dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ayahnya bernama Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura dan ibunya bernama R.A. Wulan. Julukan Pangeran Sambernyawa diberikan oleh Nicolaas Hartingh, gubernur VOC, karena di dalam peperangan RM. Said selalu membawa kematian bagi musuh-musuhnya.


Dalam rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal.

KH Abdul Wahhab Hasbullah Penggagas Istilah “Halal Bihalal”
Penggagas istilah "halal bi halal" ini adalah KH Abdul Wahhab Hasbullah.

Ceritanya begini:
 Setelah Indonesia merdeka 1945, pada tahun 1948, Indonesia dilanda gejala disintegrasi bangsa. Para elit politik saling bertengkar, tidak mau duduk dalam satu forum. Sementara pemberontakan terjadi dimana-mana, diantaranya DI/TII, PKI Madiun.
Pada tahun 1948, yaitu dipertengahan bulan Ramadhan, Bung Karno memanggil KH. Abdul Wahhab Hasbullah ke Istana Negara, untuk dimintai pendapat dan sarannya untuk mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat. Kemudian Kiai Wahab memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahim, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, dimana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturrahmi.
Lalu Bung Karno menjawab, "Silaturrahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain".
"Itu gampang", kata Kiai Wahab. "Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halal bi halal'", jelas Kiai Wahab.
Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturrahmi yang diberi judul 'Halal bi Halal' dan akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.


Asal- usul Ucapan TAQABBALALLAAHU MINNAA WA MINKA

Dalam Kitab Sunan Kubro, lil Baihaqi, 3/319/6519:



أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ بْنُ عَبْدَانَ أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ سُفْيَانَ حَدَّثَنَا أَبُوْ عَلِيٍّ : أَحْمَدُ بْنُ الْفَرَجِ الْمُقْرِئُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ الشَّامِيُّ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيْدَ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ قَالَ : لَقِيْتُ وَاثِلَةَ بْنَ الأَسْقَعِ فِى يَوْمِ عِيْدٍ فَقُلْتُ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ : نَعَمْ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ قَالَ وَاثِلَةُ : لَقِيْتُ رَسُوْلَ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَوْمَ عِيْدٍ فَقُلْتُ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ :« نَعَمْ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ ».
.....dari Watsilah, beliau berkata, saya berjumpa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pada hari raya, saya mengucapkan: TAQABBALALLAAHU MINNAA WA MINKA, maka beliau mengucaokan: “NA’AM, TAQABBALALLAAHU MINNAA WA MINKA”
Dalam Kitab Fat_hul Bari 2/446:

عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ كَانَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا الْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيْدِ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ
Dari Jubair bin Nufair, beliau berkata: “Adalah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila bertemu pada hari raya, maka mereka saling mengucapkan:
TAQABBALALLAAHU MINNAA WA MINKA (semoga Allah menerima kami dan menerima kalian)

Perihal Maaf-Maafan
Dalam Kitab Shahih Bukhari 16/380/6534:

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ قَالَ حَدَّثَنِيْ مَالِكٌ عَنْ سَعِيْدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيْهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيْهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيْهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ




....dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah –shallallaahu  ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berbuat zhalim terhadap saudaranya, maka segeralah minta dihalalkan. Karena di akhirat tidak berguna lagi dinar dan dirham, sebelum saudaranya mengambil kebaikan darinya. Jika ia tidak memiliki sesuatu kebaikan, maka akan diambil untuknya keburukan dari saudaranya (orang yang terzhalimi) itu, lalu ditimpakan kepadanya”.


hasil putusan Sidang Komisi Organisasi dalam Muktamar Ke-33

Salah satu hasil putusan Sidang Komisi Organisasi dalam Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung di Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang, beberapa waktu lalu, adalah tentang pembatasan syarat usia maksimal menjadi anggota IPNU-IPPNU, yakni 27 tahun.

Catatan:
Draft Materi Komisi Organisasi (halaman 159)
Bab V, Pasal 19,

f. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 25 (dua puluh lima) tahun.

g. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan  Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 25 (dua puluh lima) tahun.


Wallaahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar